Label

Risiko Kredit | Kebijakan dan Prosedur Perkreditan | Kebijakan Persetujuan Kredit | Dokumentasi dan Administrasi Kredit

Risiko kredit terjadi pada saat pihak kreditur dan debitur melakukan tindakan yang tidak hati-hati dalam melakukan keputusan kredit. Ketidakhati-hatian tersebut terjadi karena berbagai faktor, baik disebabkan oleh keinginan mendapatkan uang dengan cepat dan secepatnya, serta mempergunakan uang tersebut dengan harapan mampu memberikan turnover yang maksimal, hingga karena faktor disengaja dengan alasan memperoleh komisi tersembunyi dari calon debitur. Uraian kali ini akan membahas berbagai bentuk risiko kredit yang terjadi dan solusi yang harus dilakukan. 

Setelah selesai melakukan pembahasan ini, maka diharapkan para pembaca mampu: 
• Menjelaskan pengertian risiko kredit.
• Menjelaskan penyebab timbulnya risiko kredit.
• Menjelaskan manajemen risiko kredit.
• Mengukur risiko kredit.
• Mengelola risiko kredit.
• Memantau dan mengontrol risiko kredit.

Pendekatan yang digunakan dalam pengelolaan risiko kredit adalah bagaimana risiko kredit dikelola dengan berbagai pendekatan dan prasarana, seperti sistem rating I scoring dan proses analisis kredit yang pruden, didukung oleh kebijakan perkreditan yang lengkap, dan sesuai praktik terbaik. 

Dalam setiap proses kredit, pasti ada yang bisa salah yang menyebabkan kredit menjadi bermasalah. Risiko kredit dapat dikelola dengan menerapkan budaya kredit yang baik dan organisasi perkreditan yang memadai. Di sisi lain, bagaimana bank menyediakan modal untuk menutup risiko kredit yang belum diperhitungkan. Tujuan dari manajemen risiko kredit adalah untuk memaksimalkan risk-adjusted return dan menjaga agar eksposur risiko kredit berada dalam batas parameter yang dapat diterima. Bank perlu mengelola risiko kredit pada level individual atau transaksi dan pada level portofolio. 

Untuk sebagian besar bank, kredit merupakan sumber pendapatan utama dan merupakan sumber risiko yang terbesar. Oleh sebab itu, bank diharapkan lebih peduli untuk melakukan identifikasi, mengukur, memonitor, dan mengendalikan risiko kredit, sekaligus menentukan modal yang cukup untuk menutup risiko-risiko yang dihadapi. 

Dari segi perspektif perbankan adalah risiko kerugian yang diderita bank, terkait dengan kemungkinan bahwa pada saat jatuh tempo.

9 Pilar Pemberian Kredit
Pilar Pemberian Kredit
Aspek yang Dinilai/Dilakukan

Sumber Pembayaran
1.        Sektor usaha debitur (risiko industri) atau kondisi
ekonomi  (condition  of  economy)  dalam penilai
5L
2.   Kualitas   debitur   (customer   risk)  ditentukan
character, capacity, dan capital dalam SC.


Agunan yang Diserahkan
1.    Aspek ekonomis dalam arti agunan memiliki nilai
yang cukup untuk menutup seluruh kewajibannya apabila dijual dan dapat diasuransikan.
2.   Aspek hukum dalam arti agunan tersebut memiliki dokumen kepemilikan dan status agunan dapat
diikat sempurna sesuai dengan hukum yang berlaku.


Hubungan Hukum dengan Nasabah
1.    Komparasi  adalah  pihak  yang  berjanji dalam
perjanjian kredit adalah benar dalam arti dilakukan oleh yang berwenang untuk itu.
2.          Cakap  bertindak  dalam  arti  para  pihak yang
melakukan perjanjian adalah cakap menurut hukum.
3.           Kovenan dalam arti perlu mencantumkan adanya klausula-klausula dalam perjanjian kredit.

Pengawasan Kredit
1.    Melakukan  pengawasan  aktif  dapat dilakukan
dengan cara melakukan kunjungan terhadap debitur yang bersangkutan untuk mengidentifikasi keadaan usaha debitur.
2.   Melakukan pengawasan pasif, dapat dilakukan dengan cara memonitor kredit.

KEBIJAKAN DAN PROSEDUR PERKREDITAN 

BCBS menerbitkan beberapa prinsip terkait dengan pengelolaan risiko kredit. Prinsip kedua dalam dokumen Principles for The Management of Credit Risk (September 2000) menjelaskan bahwa direksi wajib mengimplementasikan strategi risiko kredit yang sudah disetujui dewan komisaris dan mengembangkan kebijakan serta prosedur untuk melakukan proses identifikasi, mengukur, memonitor, dan mengendalikan risiko kredit. Kebijakan dan prosedur dimaksud disusun untuk meminimalkan risiko kredit dalam seluruh kegiatan bank, baik pada level individu maupun portofolio. 

Berdasarkan prinsip tersebut, bank harus menetapkan suatu kebijakan sebagaimana yang dicantumkan pada Peraturan Bank Indonesia No. 5/8/PBl/2003 yang kemudian direvisi dengan No. 11 /25/PBl/2009 terkait dengan penerapan manajemen risiko bagi bank umum, termasuk pengelolaan risiko kredit. Sesuai dengan Surat Edaran Bank Indonesia No. 2717 /UPPB tanggal 31 Maret 1995 perihal kewajiban penyusunan dan pelaksanaan kebijakan perkreditan bank bagi bank umum, bank harus memiliki kebijakan kredit yang disesuaikan dengan kondisi dan kompleksitas usaha bank. 

Persetujuan atas kebijakan kredit dilakukan oleh direksi atau komite tingkat direksi setelah melalui pembahasan dan diskusi. Kebijakan perkreditan bank wajib disetujui oleh dewan komisaris bank. Pihak yang melakukan eksekusi langsung dalam pemberian kredit dilibatkan dalam proses penyusunan kebijakan kredit, dengan tujuan agar semua pihak terkait ikut bertanggung jawab atas kebijakan tersebut. Kebijakan dan prosedur kredit pada umumnya memuat dan mengatur hal-hal pokok sebagai berikut: 
a. Prinsip kehati-hatian dalam perkreditan.
b. Filosofi dan prinsip-prinsip risiko kredit.
c. Organisasi dan manajemen perkreditan.
d. Delegasi kewenangan pemberian pinjaman serta limit exposure.
e. Panduan penetapan suku bunga kredit yang disesuaikan terhadap risiko (risk based pricing).
f. Bauran portofolio sasaran dan penggunaan strategi pengalihan (transfer) risiko.

Analisis kredit dan proses persetujuan kredit. 
a. Sistem peringkat kredit (credit rating) dan kaitannya dengan ketentuan cadangan dan kebutuhan modal untuk menutup risiko kredit.
b. Standar agunan kredit.
c. Dokumentasi dan administrasi kredit.
d. Pengawasan dan monitoring portofolio kredit dan proses audit perkreditan.
e. Pengukuran exposure dari unsur-unsur neraca (cash loan) dan rekening administratif (non-cash loan).
f. Pengukuran risiko dan aktivitas pelaporan.
g. Pengelolaan kredit bermasalah.

Kebijakan kredit sangat berperan penting sebagai panduan dalam pelaksanaan semua kegiatan yang terkait dengan perkreditan yang sehat dan menguntungkan bank. Dengan kebijakan, bank diharapkan dapat menerapkan asas-asas perkreditan yang sehat secara lebih konsisten dan berkesinambungan. Melalui kebijakan kredit, direksi mendelegasikan kewenangan kepada pejabat bank untuk membuat keputusan dalam batasan-batasan yang ditetapkan. Walaupun kewenangan memutus dapat didelegasikan oleh direksi kepada jajaran organisasi, sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas, tanggung jawab direksi tidak dapat didelegasikan. 

Kebijakan kredit merefleksikan kebutuhan masing-masing bank, berisi pernyataan yang efektif namun spesifik sehingga tidak menimbulkan pemahaman yang berbeda bagi para pengguna kebijakan. Kebijakan kredit berbeda dengan prosedur kredit. Kebijakan kredit berisi kerangka filosofi dalam pemberian kredit, sementara prosedur kredit berisi hal-hal yang dapat menjawab pertanyaan "how to" dalam melakukan pemberian kredit. Prosedur kredit pada umumnya diatur terpisah dengan kebijakan kredit. Kebijakan kredit tidak terbatas hanya mengatur pemberian kredit biasa, namun termasuk penyediaan dana dalam bentuk:  Pembelian surat berharga yang disertai dengan note purchase agreement atau perjanjian kredit.

Kredit yang Perlu Dihindari
• Kredit untuk tujuan spekulasi.
• Kredit sektor industri yang terdapat pada negatif list bank.
• Kredit yang diberikan tanpa informasi keuangan yang cukup.
• Kredit memerlukan keahlian khusus yang tidak dimiliki bank.
• Kredit pada debitur bermasalah atau macet pada bank lain.

KEBIJAKAN PERSETUJUAN KREDIT


Dalam hal persetujuan kredit, kebijakan perkreditan minimal mengatur mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 
1. Proses persetujuan kredit.
2. Tanggung jawab pejabat pemutus kredit.
3. Batas wewenang persetujuan kredit.
4. Konsep hubungan total pemohon kredit.
5. Persetujuan permohonan kredit dilakukan atas dasar penilaian seluruh kredit dari pemohon kredit yang telah diberikan, dan/atau akan diberikan secara bersamaan oleh bank.
6. Perjanjian kredit.
7. Persetujuan pencairan kredit.

DOKUMENTASI DAN ADMINISTRASI KREDIT


Dokumentasi kredit merupakan salah satu aspek penting yang dapat menjamin pengembalian kredit. Bank wajib melaksanakan dokumentasi kredit yang baik dan tertib. 

PENGAWASAN KREDIT


Bank wajib menerapkan pengawasan (monitoring) kredit menyeluruh dengan prinsip antara lain: 
1. Objek pengawasan kredit, yaitu:
• Pengawasan terhadap semua pejabat bank yang terkait dengan perkreditan.
Pengawasan terhadap semua jenis kredit, termasuk kredit kepada pihak terkait dengan bank dan debitur besar tertentu yang harus dilakukan secara lebih intensif .
2. Cakupan fungsi pengawasan, yaitu:
• Mengawasi apakah pemberian kredit telah dilaksanakan sesuai dengan kebijakan kredit, proses pemberian kredit, dan ketentuan internal bank yang berlaku.
• Mengawasi penilaian kolektibilitas kredit apakah telah sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh regulator.
• Memantau kecukupan jumlah penyisihan penghapusan kredit .

3. Pengawasan melekat, yaitu:
• Fungsi pengawasan kredit dapat berupa pengawasan langsung maupun pengawasan tidak langsung terhadap pemberian kredit.
• Direksi menetapkan satuan kerja yang memiliki tanggung jawab melaksanakan fungsi pengawasan melekat.
• Unit kerja yang melaksanakan pengawasan melekat akan menyampaikan laporan tertulis secara berkala mengenai antara lain:
• Penilaian atas kualitas kredit secara menyeluruh,
• Kredit yang tidak sesuai dengan ketentuan perbankan.
• Pelanggaran atau penyimpangan yang dilakukan pejabat perkreditan yang berada dalam cakupan pengawasan disertai dengan tindakan atau saran perbaikan.

4. Audit internal, yaitu:
Audit internal melaksanakan upaya lanjutan dalam pengawasan kredit, dilakukan melalui sampel populasi, untuk lebih memastikan bahwa pemberian kredit telah dilakukan sesuai dengan kebijakan kredit dan telah memenuhi prinsip perkreditan yang sehat serta memenuhi ketentuan yang berlaku dalam perkreditan. 

PENYELESAIAN KREDIT BERMASALAH


Salah satu upaya untuk meningkatkan pemantauan secara dini terhadap kredit yang akan atau diduga akan menjadi bermasalah, setiap bulan bank dapat menyusun daftar kredit dengan kolektibilitas tergolong bermasalah, dan juga yang tergolong lancar namun cenderung berpotensi memburuk. 

Evaluasi kredit bermasalah 

Bank dapat melakukan evaluasi terhadap daftar kredit dalam pengawasan khusus, serta rencana dan realisasi penyelesaian untuk mengetahui secara dini apakah lkredit dalam pengawasan khusus telah menjadi kredit macet. 

Penyelesaian kredit bermasalah

Apabila jumlah kredit dengan kolektibilitas tergolong diragukan dan macet telah mencapai nilai tertentu, bank melakukan langkah· langkah antara lain: 

Penyelesaian kredit bermasalah

Apabila jumlah kredit dengan kolektibilitas tergolong diragukan dan macet telah mencapai nilai tertentu, bank melakukan langkah­-langkah antara lain: 
• Melaporkan kredit bermasalah kepada regulator. 
• Membentuk satuan kerja penyelesaian kredit bermasalah.
• Menyusun dan melaksanakan program penyelesaian kredit bermasalah.
• Mengevaluasi efektivitas program penyelesaian kredit bermasalah. Penyelesaian terhadap kredit yang tidak dapat ditagih.

Apabila kredit dikategorikan telah tergolong macet dan tidak dapat ditagih maka bank melakukan langkah-langkah antara lain: 
• Mengecek kembali surat-surat penagihan dan dokumen legal seperti perjanjian kredit, pengikatan jaminan, dan penilaian jaminan terakhir.
• Mengirimkan surat peringatan kepada debitur dengan mencantumkan surat peringatan 1, 2, dan 3 pada surat peringatan tersebut dan dikirim dengan pos tercatat atau mendapat tanda terima dari debitur.
• Melaksanakan langkah-langkah persiapan penjualan jaminan melalui lelang sukarela dan lelang eksekusi.
• Melakukan penghapus-bukuan (write-off).
• Menyerahkan pengelolaan debitur ke pihak berwenang.

Untuk memperkecil risiko kredlitnya, BPR dalam menetapkan kebijakan dan prosedur perkreditannya perlu mencantumkan tata cara penilaian risiko kredit untuk kepentingan analisis pemberian kredit dan monitoring agar terciptanya adanya kesatuan pendapat dan tindakan. Credit Risk Rating (CRR) merupakan sistem penilaian atas risiko kredit yang ditanggung bank untuk pemberian kredit tertentu dan monitoring. Besar kecilnya risiko kredit hasil penilaian dijabarkan dalam bentuk peringkat angka-angka risiko: 
• Angka 1 (sangat rendah)
• Angka 2 (rendah)
• Angka 3 (sedang)
• Angka 4 (tinggi)
• Angka 5 (sangat tinggi)

CRR dapat ditetapkan secara objektif apabila bank telah memiliki pedoman penilaian risiko terhadap komponen risiko kredit yang dinilai, yaitu industrial risk (risiko sektor ekonomi) dan customer risk (risiko debitur). CRR dapat pula ditetapkan secara subjektif dengan professional judgement oleh analisis kredit dan pejabat di atasnya apabila bank belum memiliki pedoman penilaian risiko kredit. Industrial risk adalah risiko yang didasarkan pada penilaian bank terhadap keadaan baik/buruknya sektor atau subsektor ekonomi usaha debitur. Bila data ini tidak tersedia bank dapat melakukan professional judgement, di bawah ini diberikan contoh hipotesis penilaian risiko industri pada sektor: 
• Komunikasi 1 (sangat rendah)
• Jasa bengkel 2 (rendah) 
• Makanan dan minuman 3 (sedang) 
• Pengangkutan 4 (cukup tinggi)
• Tambak udang 5 (tinggi) 

Kultur perkreditan yang sehat akan membawa arahan bagi perilaku para staf perkreditan, baik dari proses awal pengajuan, penilaian, integritas, serta pemantauan, yang telah menyatu dalam kehidupan sehari-hari, baik di lingkungan perusahaan maupun dalam perilaku sehari-hari. 

Menerapkan kultur perkreditan yang sehat pada BPR: 
a. Seluruh pejabat kredit terlibat aktif dalam proses pengajuan kredit dan memiliki tugas dan tanggung jawab atas kualitas kredit yang ditetapkan secara berjenjang.
b. Kuatnya sense of ownership dari para pengelola kredit, yang menganggap tanda tangan mereka pada memo kredit sebagai tanggung jawab pribadi.
c. Keputusan kredit dibuat seefektif mungkin sehingga pimpinan puncak lebih fokus pada hal yang lebih strategis.
d. Pejabat pemutus kredit dan pemasaran bisnis bekerja sama dengan baik, konstruktif, dan sating memberikan nilai tambah untuk kepentingan bank. Mereka berani mengatakan tidak atas pengajuan kredit yang tidak memenuhi syarat.
e. Jajaran pengelola kredit sangat memahami dan menguasai kebijakan kredit yang berlaku dan proses pemberdayaan serta check and balances memungkinkan dilakukan.
f. Jajaran pengelola kredit mengetahui bahwa bank adalah perusahaan yang berbisnis dengan cara mengelola risiko sehingga wajar apabila terdlapat risiko yang melekat pada bisnis.
g. SOM pada seluruh tingkatan bangga akan kemampuan dan keterampilan kredit mereka serta sadar akan pengaruhnya terhadap karier.
h. Promosi dan penghargaan akan diberikan kepada para pengelola kredit yang terbukti menciptakan kinerja yang baik.
i. Terdapat dialog yang konstrulktif, komunikasi yang transparan atas setiap keputusan kredit. 
j. Para pemimpin memimpin dengan teladan, mempersiapkan anggaran, strategi, dan membina SOM, yang menyiratkan bahwa pelaksanaan standar kredit yang superior adalah prioritas tertinggi di BPR.
k. Kualitas kredit memiliki prioritas lebih tinggi daripada sekadar pertumbuhan pinjaman.


DAFTAR ISI PORTAL PENDIDIKAN

Post Populer

Copyright © Pebaha. All rights reserved.