Sejarah Manajemen Mutu Terpadu | Hubungan MMT Dengan Pelayanan Kesehatan
Manajemen MUTU TERPADU
1. Pengertian MMT
Manajemen Mutu Terpadu(MMT) atau Total Quality Management- (TQM) merupakansuatusistem nilai yangmendasar dan komprehensif dalam mengelola organisai dengan tujuan meningkatkan kinerja secara berkelanjutan dalam jangka panjang dengan memberikan perhatian secara khusus pada tercapainya kepuasan pelanggan dengan tetap memperhatikan secara memadai terhadap terpenuhinya kebutuhan seluruh stakeholders organisasi yang bersangkutan. Masalah kualitas dalam MMT menuntut adanya keterlibatan dan tanggung jawab semua pihak dalam organisasi.
Karena itu, pendekatan MMT tidak hanya bersifat parsial, tetapi komprehensif dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan dengan produk yang dihasilkan. Masalah kualitas juga tidak lagi dimaknai dan dipandang sebagai masalah teknis, tetapi lebih berorientasi pada terwujudnya kepuasan konsumen atau pelanggan. MMT juga melibatkan faktor fisik dan faktor non fisik, semisal budaya organisasi, gaya kepemimpinan dan pengikut. Keterpaduan factor-faktor ini akan mengakibatkan kualitass pelayanan menjadi lebiih meningkat dan bermakna.
Manajemen Mutu Terpadu (MMT) atau Total Quality Management- (TQM) dapat diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari organisasi ke dalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitass, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993: 135). Menurut Juran dan Ishikawa, MMT adalah upaya organisasi menilai kembali cara-cara, kebiasaan, praktik, dan aktivitas yang ada dan kemudian secara inovatif memfungsikan seluruh sumber dayanya kedalam proses lintas fungsi yang mengabdi pada kepentingan klien, sehingga organisasi mampu mencapai visi dan misinya. Pendapat lain dikemukakan oleh Sugeng Pinando (2001) yang menyatakan bahwa MMT merupakan aktivitas yang berusaha untuk mengoptimalkan daya saing organisasi melalui perbaikan yang terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses, dan llingkungannya. Disamping itu, Fandy Tjiptono dan Anastasia Diana juga mengatakan bahwa MMT merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi..
MMT juga diasumsikan sebagai suatu filosofi manajemen yang melembagakan sumber daya yang ada, terencana, berkesinambungan dan mengasumsikan peningkatan kualitas dari hasil semua aktivitas yang terjadi dalam organisasi: bahwa semua fungsi manajemen yang ada dan semua tenaga untuk berpartisipasi dalam proses perbaikan.
Dengan peningkatan sistem kualitas dan budaya kualitas, proses MMT bermula dari pelanggan dan berakhir pada pelanggan pula. Proses MMT memiliki input yang spesifik (keinginan, kebutuhan dan harapan pelanggan), mentransformasi (memproses) input dalam organisasi untuk memproduksi barang atau jasa yang pada gilirannya memberikan kepuasan kepada pelanggan (output).
Definisi TQM bermacam-macam. TQM diartikan sebagai perpaduan semua fungsi dari perusahaan kedalam falsafah holistik yang dibangun berdasarkan konsep kualitas, teamwork, produktivitas, dan pengertian serta kepuasan pelanggan (Ishikawa dalam Pawitra, 1993). Defenisi lainnya menyatakan bahwa TQM merupakan sistem manajemen yang mengangkat kualitas sebagai strategi usaha dan berorientasi pada kepuasan pelanggan dengan melibatkan seluruh anggota organisasi (Santosa, 1992).
Menurut Ariani (1999:25) Manajemen Mutu Terpadu (Total Quality Management) merupakan suatu penerapan metode kuantitatif dan sumber daya manusia untuk memperbaiki dalam penyediaan bahan baku maupun pelayanan bagi organisasi, semua proses dalam organisasi pada tingkatan tertentu di mana kebutuhan pelanggan terpenuhi sekarang dan dimasa datang.
Menurut Tjiptono & Diana (2004) TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya. Sementara itu menurut Pulungan (2001), TQM adalah salah satu pola manajemen organisasi yang berisi seperangkat prosedur yang dapat digunakan oleh setiap orang dalam upaya memperbaiki kinerja secara terus menerus.
Total Quality Management(TQM) atau disebut pula Pengelolaan Mutu Total merupakan sebuah konsep yang meliputi usaha meningkatkan mutu secara terus menerus pada semua tingkatan manajemen dan seluruh struktur yang terdapat dalam organisasi (Harianto, 2005).
Hanafiah dkk (1994) mendefinisikan Pengelolaan Mutu Total adalah suatu pendekatan yang sistematis, praktis dan strategis dalam menyelenggarakan suatu organisasi, yang mengutamakan kepentingan pelanggan. Pendekatan ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengendalikan mutu. Sedang yang dimaksud dengan Pengelolaan Mutu Total pendidikan tinggi adalah cara mengelola lembaga pendidikan berdasarkan filosofi bahwa meningkatkan mutu harus diadakan dan dilakukan oleh semua unsur lembaga sejak dini secara terpadu, berkesinambungan sehingga pendidikan sebagai jasa yang berupa proses pembudayaan sesuai dengan dan bahkan melebihi kebutuhan para pelanggan baik masa kini maupun yang akan datang.
Dasar pemikiran perlunya TQM sangatlah sederhana, yakni bahwa cara terbaik agar dapat bersaing dan unggul dalam persaingan global adalah dengan menghasilkan kualitas yang terbaik. Untuk menghasilkan kualitas yang terbaik diperlukan upaya perbaikan berkesinambungan terhadap kemampuan manusia, proses, dan lingkungan. Cara terbaik agar dapat memperbaiki kemampuan komponen-komponen secara berkesinambungan adalah dengan menerapkan TQM (Tjiptono & Diana, 2004).
Konsep mutu terpadu (Total Quality Management) saat ini banyak diterapkan dan dikenal banyak orang. Filosofi mendahulukan kepentingan pelanggan saat ini sudah mulai akrab dikalangan pelaku bisnis. Menurut Russel dan Taylor (dalam Fitriani 2008:22-23) manajemen mutu terpadu merujuk pada penekanan kualitas yang meliputi organisasi secara keseluruhan mulai dari pemasok hingga pelanggan. TQM menekankan komitmen manajemen untuk mendapatkan arahan perusahaan secara terus menerus untuk mencapai keunggulan dalam semua aspek produk dan jasa yang penting bagi pelanggan.
Dari bahasan terdahulu tentang pengertian TQM, penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Total Quality Manajemen (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu dalam penelitian ini adalah: “seperangkat prinsip dan cara-cara mengelola mutu organisasi yang bersifat terpadu yang meliputi kepuasan pelanggan, respek terhadap setiap orang, manajemen berdasarkan fakta dan perbaikan berkesinambungan dengan tujuan untuk memberikan kepuasan pada pengguna jasa organisasi”.
2. Sejarah Manajemen Mutu Terpadu
Pada mulanya mutu produk ditentukan oleh produsen. Pada perkembangan selanjutnya, mutu produk ditentukan oleh pembeli, dan produsen mengetahuinya bahwa produk itu bermutu bagus yang memang dapat dijual, karena produk tersebut dibutuhkan oleh pembeli dan bukan menjual produk yang dapat diproduksi.
Perkembangan mutu terpadu pada mulanya sebagai suatu sistem, perkembangan di Amerika Serikat. Buah pikiran mereka pada mulanya kurang diperhatikan oleh masyarakat, khususnya masyarakat bisnis. Namun beberapa dari mereka merupakan pemegang kunci dalam pengenalan dan pengembangan konsep mutu. Sejak 1980 keterlibatan mereka dalam manajemen terpadu telah dihargai di seluruh dunia. Adapun konsep-konsep mereka tentang mutu terpadu secara garis besar dapat dikemukakan berikut ini.
1) F.W. Taylor (1856-1915)
Seorang insiyur mengembangkan satu seri konsep yang merupakan dasar dari pembagian kerja (division of work). Analisis dengan pendekatan gerak dan waktu (time and motion study) untuk pekerjaan manual, memperoleh gelar “Bapak Manajemen Ilmiah” (The Father of Scientific Management). Dalam bukunya tersebut Taylor menjelaskan beberapa elemen tentang teori manajemen, yaitu :
(1) Setiap orang harus mempunyai tugas yang jelas dan harus diselesaikan dalam satu hari.
(2) Pekerjaan harus memiliki peralatan yang standar untuk menyelesaikan tugas yang menjadi bagiannya.
(3) Bonus dan intensif wajar diberikan kepada yang berprestasi maksimal.
(4) Penalti yang merupakan kerugian bagi pekerjaan yang tidak mencapai sasaran yang telah ditentukan (personal loss).
Taylor memisahkan perencanaan dari perbaikan kerja dan dengan demikian memisahkan pekerjaan dari tanggung jawab untuk memperbaiki kerja.
(1) Shewhart (1891-1967)
Adalah seorang ahli statistik yang bekerja pada “Bell Labs” selama periode 1920-1930. Dalam bukunya “The Economic Control of Quality Manufactured Products”, merupakan suatu kontribusi yang menonjol dalam usaha untuk memperbaiki mutu barang hasil pengolahan. Dia mengatakan bahwa variasi terjadi pada setiap segi pengolahan dan variasi dapat dimengerti melalui penggunaan alat statistik yang sederhana. Sampling dan probabilitas digunakan untuk membuat control chart untuk memudahkan para pemeriksa mutu, untuk memilih produk mana yang memenuhi mutu dan tidak. Penemuan Shewhart sangat menarik bagi Deming dan Juran, dimana kedua sarjana ini ahli dalam bidang statistik.
(2) Edward Deming
Lahir tahun 1900 dan mendapat Ph. D pada 1972 sangat menyadari bahwa ia telah memberikan pelajaran tentang pengendalian mutu secara statistik kepada para insinyur bukan kepada para manajer yang mempunyai wewenang untuk memutuskan. Katanya : “Quality is not determined on the shop floor but in the executive suite”. Pada 1950, beliau diundang oleh, “The Union to Japanese Scientists and Engineers (JUSE)” untuk memberikan ceramah tentang mutu. Pendekatan Deming dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Quality is primarily the result of senior management actions and not the results of actions taken by workers.
b. The system of work that determines how work is performed and only managers can create system.
c. Only manager can allocate resources, provide training to workers, select the equipment and tools that worekers use, and provide the plant and environment necessary to achieve quality.
d. Only senior managers determine the market in which the firm will
participate and what product or service will be solved.
Hal ini berarti bahwa tanpa keterlibatan pimpinan secara aktif tidak mungkin tercapai manajemen mutu terpadu.
2) Prof Juran
Mengunjungi Jepang pada tahun 1945. Di Jepang Juran membantu pimpinan Jepang di dalam menstrukturisasi industri sehingga mampu mengekspor produk ke pasar dunia. Ia membantu Jepang untuk mempraktekkan konsep mutu dan alat-alat yang dirancang untuk pabrik ke dalam suatu seri konsep yang menjadi dasar bagi suatu “management process” yang terpadu. Juran mendemonstrasikan tiga proses manajerial untuk mengelola keuangan suatu organisasi yang dikenal dengan trilogy Juran yaitu, Finance Planning, Financial control, financial improvement. Adapun rincian trilogi itu sebagai berikut :
(1) Quality planning, suatu proses yang mengidentifikasi pelanggan dan proses yang akan menyampaikan produk dan jasa dengan karakteristik yang tepat dan kemudian mentransfer pengetahuan ini ke seluruh kaki tangan perusahaan guna memuaskan pelanggan.
(2) Quality control, suatu proses dimana produk benar-benar diperiksa dan dievaluasi, dibandingkan dengan kebutuhan- kebutuhan yang diinginkan para pelanggan. Persoalan yang telah diketahui kemudian dipecahkan, misalnya mesin- mesin rusak segera diperbaiki.
(3) Quality improvement, suatu proses dimana mekanisme yang sudah mapan dipertahankan sehingga mutu dapat dicapai berkelanjutan. Hal ini meliputi alokasi sumber-sumber, menugaskan orang-orang untuk menyelesaikan proyek mutu, melatih para karyawan yang terlibat dalam proyek mutu dan pada umumnya menetapkan suatu struktur permanen untuk mengejar mutu dan mempertahankan apa yang telah dicapai sebelumnya.
Uraian tokoh-tokoh mutu di atas sekedar menggambarkan secara singkat saja. Masih banyak para sarjana di bidang mutu yang tidak sempat ditulis pada kesempatan ini. Yang jelas para sarjana tersebut sependapat bahwa konsep “pentingnya perbaikan mutu secara terus menerus bagi setiap produk walaupun tehnik yang diajarkan berbeda-beda”. Kini sampailah pada pengertian mutu yang diambil dari America Society for Quality Control yang mengatakan : Quality is the totality of features and characteristics of a product or service that bear on its ability to satisty stated of implied needs (Kotler : 1994).
3. Hubungan MMT Dengan Pelayanan Kesehatan
Pertumbuhan dan pemerataan ekonomi yang semakin baik dan modern akan meningkatkan kebutuhan dan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau sesuai dengan kemampuan masyarakat. Hal ini sejalan dengan meningkatnya kemampuan masyarakat dalam membayar biaya pemeliharaan kesehatan. Dalam UU Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan dikemukakan bahwa pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat secara
optimal. Langkah-langkah yang diambil untuk mewujudkan tujuan pemerataan kesehatan itu antara lain adalah pengembangan puskesmas, peningkatan peran serta masyarakat, dan pengembangan sistem rujukan. Puskesmas dijadikan ujung tombak untuk memeratakan pelayanan kesehatan dasar sampai ke desa-desa dan umum terpencil. Peran serta masyarakat terwujud dalam bentuk berdirinya posyandu di seluruh tanah air.
Rumah sakit dijadikan tumpuan sistem rujukan medis, khususnya dalam masalah penyembuhan dan pemulihan kesehatan perorangan. Untuk memacu pemerataan pembangunan sarana dan fasilitas pelayanan kesehatan, pemerintah membuka kesempatan bagi pihak swasta untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan dan permintaan masyarakat.
Pelayanan kesehatan masih tetap hak warga Negara. (UU No.23/1992). Namun disini bukan berarti didapatkan secara cuma- cuma, tetapi dapat diartikan bahwa pelayanan kesehatan yang tersedia, mudah dijangkau, bermutu baik, dan dengan harga yang terbayar oleh semua lapisan masyarakat. Pengelolaan sarana kesehatan seperti ramah sakit dituntut untuk dikelola dengan manajemen moderen dan bersifat sosio-ekonomi. Sebuah rumah sakit harus selalu tanggap akan perubahan-perabahan yang terjadi cukup cepat dan kemudian segera mengantisipasinya sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat dengan selalu mengacu pada kepuasan konsumen (Customer satisfaction). Tuntutan masyarakat saat ini adalah pelayanan kesehatan yang mudah, cepat dan nyaman, yang pada akhirnya dapat memberikan kepuasan dalam hasil perawatan sesuai dengan penyakit yang dideritanya. Oleh karena itu rumah sakit sebagai suatu organisasi yang bergerak dibidang layanan kesehatan publik makin dituntut untuk memberikan layanan kesehatan yang lebih baik.
Rumah sakit dengan kualitas yang baik akan sangat tergantung pada sumber daya yang ada di rumah sakit seperti kualitas pelayanan dokter, perawat, staf, dan karyawan serta fasilitas sarana dan prasarana yang tersedia. Rumah sakit yang berkualitas hendaknya dapat mengetahui apa yang diharapkan pasien-pasiennya karena pasien memiliki hak untuk menilai kualitas pelayanan yang diterimanya.
Pada beberapa rumah sakit masih terdapat perbedaan antara apa yang diharapkan pasien dengan kenyataan yang dirasakan pasien terhadap kualitas pelayanan ramah sakit tersebut. Hal itu dapat kita lihat dari beberapa keluhan antara lain yang disampaikan salah satu pasien di Rumah sakit umum, seorang pasien poli mata dibentak- bentak oleh pegawainya ketika bertanya mungkin terdapat kekeliruan hasil pemeriksaan mata pada dua minggu sebelumnya. Selain itu masalah keamanan lingkungan ramah sakit perlu juga diperhatikan. Sehingga dengan adanya perbedaan harapan pelayanan dan kenyataan yang diperoleh tersebut akan berpengarah terhadap tingkat kepuasan pasien.
Memperhatikan kondisi rumah Sakit Umum selama kuran waktu 5 tahun anggaran, sangatlah menarik untuk mengetahui sistem kerja dalam mendapatkan data informasi kesehatan dari masyarakat sehingga tidakan kualitas pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit yang bersangkutan. Pengukuran haraslah bersifat berkelanjutan di dalam upaya menciptakan perbaikan maupun peningkatan pelayanan.
Salah satu faktor penyebab keterbatasan sumber daya manusia khususnya medis tersebut adalah implikasi dari lemahnya manajemen mutu terpadu. Permasalahan kurang terampilnya pegawai dalam mengelola pelayanan ramah sakit, masih terdapat pasien yang merasa kurang nyaman dalam pelayanannya. Dan hal ini berkaitan dengan masih lemahnya penerapan Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu yang belum optimal.
Fenomena belum optimalnya penerapan TQM, merupakan tantangan berat bagi pimpinan rumah sakit dan karyawan di rumah sakit umum. Hasil pengamatan lapangan sementara dari peneliti menunjukkan bahwa pasien masih sering mengelukan kesigapan tenaga medis dalam menangani keluhan masyarakat, tenaga medis sering menunda tindakan medis dalam waktu lama, masih kurangnya fasilitas layanan, serta masih terbatasnya tenaga medis terutama dokter spesialis. Sehingga antara harapan dan kenyataan yang dirasakan oleh konsumen atau pasien rumah sakit umum masih perlu menerapkan Manajemen Mutu Terpadu atau (TQM) dalam rangka meningkatkan jaminan kualitas kesehatan masyarakat. Kebijakan bidang manajemen bisnis mengacu pada prospek tersebut, yaitu peningkatan kualitas pelayanan kesehatan secara berkelanjutan yang ditopang oleh otonomi umum dalam semua jenjang dan unit kerja guna menjamin akuntabilitas dan kelancaran strategi bersaing rumah sakit. Kebijakan ini antara lain diwujudkan dalam program penerapan TQM secara efisien dan efektif
4. Prinsip-Prinsip Total Quality Manajemen
Pada era informasi, setiap organisasi harus menghadapi corporate olympics yang semakin kompleks karena untuk kelangsungan hidup dan perkembangannya, organisasi harus memiliki keunggulan daya saing.
Dalam persaingan semakin tajam dan sangat kompetitif diantara pengelola jasa pendidikan, mutu adalah agenda utama. Peningkatan mutu merupakan tuntutan dari paradigma baru manajemen organisasi. Untuk meraih predikat sehat yang bermutu dan berkualitas tinggi harus menjadi tugas setiap lembaga penyelenggara kesehatan termasuk rumah sakit umum. Upaya peningkatannya terus menerus dilakukan, salah satunya dilakukan dengan pengelolaan sistem layanan rumah sakit secara menyeluruh dan berorientasi pada mutu dan cepat tindakan. Pendekatan ini dikenal dengan Total Quality Management (TQM) atau Manajemen Mutu Terpadu pada rumah sakit yang menuntut keunggulan pelayanan kesehatan seperti kecepatan, daya tanggap, kelincahan, penanganan, tindakan dan kompetensi dokter dan suster.
TQM sebagai suatu konsep yang berupaya melaksanakan sistem manajemen kualitas kelas dunia, untuk itu diperlukan perubahan besar dalam budaya dan sistem nilai suatu organisasi. Menurut Hensler dan Brunel (dalam Christoper, 1993), ada empat prinsip utama dalam TQM.
Keempat prinsip tersebut adalah:
1) Kepuasan Pelangan
Dalam TQM, konsep mengenai pelanggan dan kualitas diperluas. Kualitas tidak lagi hanya bermakna kesesuaian dengan spesifikasi-spesifikasi tertentu, tetapi kualitas tersebut ditentukan oleh pelanggan. Pelanggan itu sendiri meliputi pelanggan internal dan eksternal. Kebutuhan pelanggan diusahakan untuk dipuaskan dalam segala aspek, termasuk didalamnya harga, keamanan dan ketepatan waktu. Oleh karena itu segala aktivitas pelayanan kesehatan harus dikoordinasikan untuk memuaskan pelanggan.
2) Respek Terhadap Setiap Orang
Dalam rumah sakit yang kualitasnya kelas dunia, setiap dokter dan suster dipandang sebagai individu yang memiliki talenta dan kreativitas tersendiri yang cepat dan tanggap. Dengan demikian tenaga kesehatan merupakan sumber daya organisasi yang paling bernilai. Oleh karena itu setiap orang dalam organisasi diperlakukan dengan baik dan diberi kesempatan untuk terlibat dan berpartisipasi dalam tim pengambil keputusan.
3) Manajemen Berdasarkan Fakta
Pelayanan kesehatan kelas dunia berorientasi pada fakta. Maksudnya bahwa setiap keputusan selalu didasarkan pada data, bukan sekedar pada perasaan (feeling). Ada dua konsep pokok berkaitan hal ini.
Pertama, prioritisasi (prioritization) yakni suatu konsep bahwa perbaikan tidak dapat dilakukan pada semua aspek pada saat yang bersamaan, mengingat keterbatasan sumber daya yang ada. Oleh karena itu dengan menggunakan data maka manajemen dan tim dalam perusahaan dapat memfokuskan usahanya pada situasi tertentu yang vital.
Konsep kedua, variasi (variation) atau variabilitas kinerja manusia. Data statistik dapat memberikan gambaran mengenai variabilitas yang merupakan bagian yang wajar dari setiap sistem organisasi. Dengan demikian manajemen dapat memprediksi hasil dari setiap keputusan dan tindakan yang dilakukan.
4) Perbaikan Berkesinambungan
Agar dapat sukses, setiap perusahaan perlu melakukan proses secara sistematis dalam melaksanakan perbaikan berkesinambungan. Konsep yang berlaku disini adalah siklus PDCA (plan-do-chek-act), yang terdiri dari langkah- langkah perencanaan, pelaksanaan rencana, pemeriksaan hasil pelaksanaan rencana, dan tindakan korektif terhadap hasil yang diperoleh.
Sementara itu Russel dan Taylor (dalam Fitriani, 2008; 23) mengemukakan prinsip TQM antara lain;
(1) Customer-oriented (fokus pada konsumen)
(2) Leadership (kepemimpinan)
(3) Strategy planning (perencanaan strategi)
(4) Employee responsibility (keterlibatan semua orang)
(5) Continous improvement (perbaikan terus menerus)
(6) Cooperation (kerjasama)
(7) Statistical methods (penggunaan metode-metode statistik)
(8) Training and education (pendidikan dan latihan)
Komponen dalam TQM memiliki sepuluh unsur utama (Goetsch dan Davis, 1994) yang masing-masing dijelaskan sebagai berikut:
(1) Fokus pada pelanggan
Dalam TQM, baik pelanggan internal maupun pelanggan eksternal merupakan driver. Pelanggan eksternal menentukan kualitas produk atau jasa yang disampaikan kepada mereka, sedangkan pelanggan internal berperan besar dalam menentukan kualitas manusia, proses, dan lingkungan yang berhubungan dengan produk atau jasa.
(2) Obsesi terhadap Kualitas
Dalam organisasi yang menerapkan TQM, penentu akhir kualitas pelanggan internal dan eksternal. Dengan kualitas yang ditetapkan tersebut, organisasi harus terobsesi untuk memenuhi atau melebihi apa yang ditentukan tersebut. Hal ini berarti bahwa semua sivitas akademik pada setiap level berusaha melaksanakan setiap aspek pekerjaannya berdasarkan perspektif ”bagaimana kita dapat melakukannya dengan lebih baik?” Bila suatu organisasi terobsesi dengan kualitas, maka berlaku prinsip ’good enough is never good enough’.
(3) Pendekatan Ilmiah
Pendekatan ilmiah sangat diperlukan dalam penerapan TQM, terutama untuk mendesain pekerjaan dan dalam proses pengambilan keputusan dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan pekerjaan yang didesain tersebut. Dengan demikian data diperlukan dan dipergunakan dalam menyusun patok duga (benchmark), memantau prestasi, dan melaksanakan perbaikan.
(4) Komitmen Jangka Panjang
TQM merupakan suatu paradigma baru dalam melaksanakan bisnis. Untuk itu dibutuhkan budaya rumah sakit yang baru pula. Oleh karena itu komitmen jangka panjang sangat penting guna mengadakan budaya agar penerapan TQM dapat berjalan dengan sukses.
(5) Kerja Sama Tim (Teamwork)
Dalam organisasi yang dikelola secara tradisional seringkali diciptakan persaingan antar departemen yang ada dalam organisasi tersebut agar daya saingnya terdongkrak. Akan tetapi persaingan internal tersebut cenderung hanya menggunakan dan menghabiskan energi yang seharusnya dipusatkan pada upaya perbaikan kualitas yang pada gilirannya untuk meningkatkan daya saing eksternal.
Sementara itu dalam organisasi perusahaan yang menerapkan TQM, kerja sama tim, kemitraan dan hubungan dijalin dan dibina baik antar sivitas akademik maupun dengan lembaga- lembaga pemerintah, dan masyarakat sekitarnya.
(6) Perbaikan Sistem Secara Berkesinambungan
Setiap produk dan atau jasa dihasilkan dengan memanfaatkan proses-proses tertentu di dalam suatu system atau lingkungan. Oleh karena itu sistem yang ada perlu diperbaiki secara terus menerus agar kualitas yang dihasilkannya dapat meningkat.
(7) Pendidikan dan Pelatihan
Dewasa ini masih terdapat perusahaan yang menutup mata terhadap pentingnya pendidikan dan latihan. Mereka beranggapan bahwa perusahaan bukanlah sekolah, yang diperlukan adalah tenaga terampil yang siap pakai. Jadi perusahaan-perusahaan seperti itu hanya akan memberikan pelatihan sekadarnya kepada para karyawannya. Kondisi seperti itu menyebabkan perusahaan yang bersangkutan tidak berkembang dan sulit bersaing dengan perusahaan lainnya, apalagi dalam era persaingan global.
Sedangkan dalam organisasi yang menerapkan TQM, pendidikan dan pelatihan merupakan faktor yang fundamental. Setiap orang diharapkan dan didorong untuk terus belajar. Dalam hal ini berlaku prinsip bahwa belajar merupakan proses yang tidak ada akhirnya dan tidak mengenal batas usia. Dengan belajar setiap orang dalam perusahaan dapat meningkatkan keterampilan teknis dan keahlian profesionalnya.
(8) Kebebasan yang Terkendali
Dalam TQM keterlibatan dan pemberdayaan sivitas akademik dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan unsur yang sangat penting. Hal ini dikarenakan unsur tersebut dapat meningkatkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab sivitas akademik terhadap keputusan yang telah dibuat. Selain itu unsur ini juga dapat memperkaya wawasan dan pandangan dalam suatu keputusan yang diambil, karena pihak yang terlibat lebih banyak.
Meskipun demikian, kebebasan yang timbul karena keterlibatan dan pemberdayaan tersebut merupakan hasil dari pengendalian yang terencana dan terlaksana dengan baik.
Pengendalian itu sendiri dilakukan terhadap metode-metode pelaksanaan setiap proses tertentu. Dalam hal ini civitas akademik yang melakukan standardisasi proses dan mereka pula yang berusaha mencari cara untuk meyakinkan setiap orang agar bersedia mengikuti prosedur standar tersebut.
(9) Kesatuan Tujuan
Supaya TQM dapat diterapkan dengan baik maka perusahaan harus memiliki kesatuan tujuan. Dengan demikian setiap usaha dapat diarahkan pada tujuan yang sama. Akan tetapi kesatuan tujuan ini tidak berarti bahwa harus selalu ada persetujuan atau kesepakatan antara pihak manajemen dan sivitas akademik mengenai upah dan kondisi kerja.
(10) Adanya Keterlibatan dan Pemberdayaan Karyawan
Keterlibatan dan pemberdayaan civitas akademik merupakan hal yang penting dalam penerapan TQM. Usaha untuk melibatkan karyawan membawa 2 manfaat utama. Pertama, hal ini akan meningkatkan kemungkinan dihasilkannya keputusan yang baik, rencana yang lebih baik, atau perbaikan yang lebih efektif karena juga mencakup pandangan dan pemikiran dari pihak-pihak yang langsung berhubungan dengan situasi kerja. Kedua, keterlibatan karyawan juga meningkatkan “rasa memiliki” dan tanggung jawab atas keputusan dengan melibatkan orang-orang yang harus melaksanakannya.
Elemen-elemen pendukung dimaksud adalah :
1) Kepemimpinan
Manajer senior harus mengarahkan upaya pencapaian tujuan dengan memberikan, menggunakan alat dan bahan yang komunikatif, menggunakan data dan menggali siapa- siapa yang berhasil menerapkan konsep manajemen mutu terpadu. Ketika memutuskan untuk menggunakan MMT/ TQM sebagai kunci proses manajemen, peranan manajer senior sebagai penasihat, guru dan pimpinan tidak bisa diremehkan.
Pimpinan senior suatu organisasi harus sepenuhnya menghayati implikasi manajemen di dalam suatu ekonomi internasional di mana manajer yang paling berhasil, paling mampu dan paling hebat pendidikannya di dunia, harus diperebutkan melalui persaingan yangketat. Kenyataan hidup yang berat ini akan menyadarkan manajer senior mengakui bahwa mereka harus mengembangkan secara partisipatif, baik misi dan visi mereka maupun proses manajemen, yang dapat mereka pergunakan untuk mencapai keduanya.
Pimpinan bisnis harus mengerti bahwa MMT adalah suatu proses yang terdiri dari tiga prinsip dan elemen- elemen pendukung yang harus mereka kelola agar mencapai perbaikan mutu yang berkesinambungan sebagai kunci keunggulan bersaing.
2) Pendidikan dan Pelatihan
Mutu didasarkan pada keterampilan setiap karyawan yang pengertiannya tentang apa yang dibutuhkan oleh pelanggan ini mencakup mendidik dan melatih semua karyawan, memberikan baik informasi yang mereka butuhkan untuk menjamin perbaikan mutu dan memecahkan persoalan. Pelatihan inti ini memastikan bahwa suatu bahasa dan suatu set alat yang sama akan diperbaiki di seluruh perusahaan. Pelatihan tambahan pada bench marking, statistik dan teknik lainnya juga dipergunakan dalam rangka mencapai kepuasan pelanggan yang paripurna.
3) Struktur Pendukung
Manajer senior mungkin memerlukan dukungan untuk melakukan perubahan yang dianggap perlu melaksanakan strategi pencapaian mutu. Dukungan semacam ini mungkin diperoleh dari luar melalui konsultan, akan tetapi lebih baik kalau diperoleh dari dalam organisasi itu sendiri. Suatu staf pendukung yang kecil dapat membantu tim manajemen senior untuk mengartikan konsep mengenai mutu, membantu melalui “network” dengan manajer mutu di bagian lain dalam organisasi dan membantu sebagai narasumber mengenai topik-topik yang berhubungan dengan mutu bagi tim manajer senior.
4) Komunikasi
Komunikasi dalam suatu lingkungan mutu mungkin perlu ditempuh dengan cara berbeda-beda agar dapat berkomunimasi kepada seluruh karyawan mengenai suatu komitmen yang sungguh-sungguh untuk melakukan perubahan dalam usaha peningkatan mutu. Secara ideal manajer harus bertemu pribadi dengan para karyawan untuk menyampaikan informasi, memberikan pengarahan, dan menjawab pertanyaan dari setiap karyawan.
5) Ganjaran dan Pengakuan
Tim individu yang berhasil menerapkan proses mutu harus diakui dan mungkin diberi ganjaran, sehingga karyawan lainnya sebagai anggota organisasi akan mengetahui apa yang diharapkan. Gagal mengenali seseorang mencapai sukses dengan menggunakan proses manajemen mutu terpadu akan memberikan kesan bahwa ini bukan arah menuju pekerjaan yang sukses, dan menungkinkan promosi atau sukses individu secara menyeluruh. Jadi pada dasarnya karyawan yang berhasil mencapai mutu tertentu harus diakui dan diberi ganjaran agar dapat menjadi panutan/contoh bagi karyawan lainnya.
6) Pengukuran
Penggunaan data hasil pengukuran menjadi sangat penting di dalam menetapkan proses manajemen mutu. Jelaskan, pendapat harus diganti dengan data dan setiap orang harus diberitahu bahwa yang penting bukan yang dipikirkan akan tetapi yang diketahuinya berdasarkan data. Di dalam menentukan penggunaan data, kepuasan pelanggan eksternal harus diukur untuk menentukan seberapa jauh pengetahuan pelanggan bahwa kebutuhan mereka benar- benar dipenuhi.
Pengumpulan data pelanggan memberikan suatu tujuan dan penilaian kinerja yang realistis serta sangat berguna di dalam memotivasi setiap orang/karyawan untuk mengetahui persoalan yang sebenarnya.
Di samping keenam elemen pendukung di atas, maka ada unsur yang tidak bisa diabaikan yaitu gaya kepemimpinan dalam organisasi atau perusahaan bersangkutan. Suatu cara atau gaya bagaimana seorang manajer sebagai seorang pimpinan melakukan sesuatu sangat berpengaruh pada pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh bawahan atau karyawan. Terdapat 13 hal yang perlu dimiliki oleh seorang pimpinan dalam manajemen mutu terpadu yaitu :
1) Pimpinan mendasarkan keputusan pada data, bukan hanya pendapat saja.
2) Pimpinan merupakan pelatih, dan fasilitator bagi setiap individu atau bawahan.
3) Pimpinan harus secara aktif terlibat dalam pemecahan masalah yang dihadapi oleh bawahan.
4) Pimpinan harus bisa membangun komitmen, yang menjamin bahwa setiap orang memahami misi, visi, nilai dan target perusahaan yang jelas.
5) Pimpinan dapat membangun dan memelihara kepercayaan
6) Pimpinan harus paham betul untuk mengucapkan terima kasih kepada bawahan yang berhasil atau berjasa
7) Aktif mengadakan kaderisasi melalui pendidikan dan pelatihan yang terprogram
8) Berorientasi selalu pada pelanggan internal atau eksternal
9) Pendai menilai situasi dan kemampuan orang lain secara tepat
10) Dapat menciptakansuasanakerja yangsangat menyenangkan
11) Mau mendengar dan menyadari kesalahan
12) Selalu berusaha memperbaiki system dan banyak berimprovisasi
13) Bersedia belajar kapan saja dan di mana saja
Berdasarkan data yang ada telah dibuktikan penerapan manajemen mutu terpadu telah berhasil dengan baik di Jepang kalau dilaksanakan secara konsekuen, sehingga membuktikan produk Jepang telah menbanjiri pasar, terutama di Amerika Serikat untuk produk mobil dan elektronik, walaupun cikal bakal manajemen mutu berasal dari negara Paman Sam tersebut. Sukses ekonomi luar biasa ini merupakan menyadarkan Amerika Serikat untuk menerapkan manajemen mutu terpadu. Hal ini kemudian diikuti oleh negara-negara di Eropa dan Timur Tengah dalam tingkat perintisan.
Mungkinkah TQM dapat diterapkan di Indonesia? Jawabnya mungkin saja kalau dipenuhi syarat-syarat berikut :
1) Setiap perusahaan/organisasi harus secara terus meneurus melakukan perbaikan mutu produk dan pelayanan, sehingga dapat memuaskan para pelanggan.
2) Memberikan kepuasan kepada pemilik, pemasok, karyawan dan para pemegang saham.
3) Memiliki wawasan jauh kedepan dalam mencari laba dan memberikan kepuasan.
4) Fokus utama ditujukan pada proses, baru menyusul hasil.
5) Menciptakan kondisi di mana para karyawan aktif berpartisipasi dalam menciptakan keunggulan mutu.
6) Ciptakan kepemimpinan yang berorientasi pada bawahan dan aktif memotivasi karyawan bukan dengan cara otoriter, sehingga di peroleh suasan kondusif bagi lahirnya ide-ide baru.
7) Rela memberikan ganjaran, pengakuan bagi yang sukses
dan mudah memberikan maaf bagi yang belum berhasil/ berbuat salah.
8) Setiap keputusan harus berdasarkan pada data, baru
berdasarkan pengalaman/ pendapat.
9) Setiap langkah kegiatan harus selalu terukur jelas, sehingga pengawasan lebih mudah.
10) Program pendidikan dan pelatihan hendaknya menjadi urutan utama dalam upaya peningkatan mutu.
5. Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
Tidak semua perusahaan yang menerapkan TQM mampu menghasilkan kinerja perusahaan yang yang baik. Menurut Soeharso Hardjosoedarmo (1996:40) untuk menjamin keberhasilan
pengimplementasian TQM dalam perusahaan maka perlu mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:
1) Tanamkan satu falsafah kualitas
Pada proses ini manajemen dan karyawan harus memahami sepenuhnya bahwa untuk mencapai kelangsungan hidup organisasi secara berkesinambungan dalam iklim persaingan, maka perusahaan harus mencapai kualitas total.
2) Manajemen harus membimbing dan menunjukkan kepemimpinan yang bermutu
Dari tahap pertama, maka CEO (Chief Executive Officer) harus mampu memberikan contoh baik dalam pola sikap, pola pikir, maupun pola tindak dan menunjukkan kepemimpinan yang teguh dalam gerakan mutu.
3) Adakan perubahan terhadap sistem yang lebih kondusif
Tahap ketiga adalah dengan melakukan evaluasi terhadap sistem dan prosedur yang ada dalam organisasi, apakah sistem tersebut masih kondusif dan konsistem terhadap kualitas total. Hal-hal yang perlu dievaluasi meliputi: struktur organisasi, proses kegiatan, prosedur kendali mutu, kebijaksanaan pengembangan sumber daya manusia, metode insentif dan lain-lain.
4) Didik, latih dan berdayakan (empower) seluruh karyawan
Setelah tahap pembenahan sistem dan prosedur dalam organisasi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan pelatihan tentang kualitas total kepada seluruh anggota organisasi, termasuk para manajer. Dalam pemberdayaan ini seluruh karyawan diberi kepercayaan, tugas, wewenang dan tanggung jawab untuk mengorganisasikan diri ke dalam self-managing teams guna perbaikan proses dalam mencapai mutu produk atau jasa.
6. Langkah-Langkah Manajemen Mutu Terpadu
Ahli mutu W. Edward Deming menggunakan 14 langkah untuk menerapkan perbaikan mutu yang dikenal dengan ‘Deming’s Fourteen Points’. Langkah – langkah tersebut dideskripsikan sebagai berikut :
1) Menciptakan sebuah usaha peningkatan produk dan jasa dengan tujuan agar bisa kompetitif dan tetap berjalan serta menyediakan lowongan pekerjaan. Deming percaya bahwa terlalu banyak organisasi yang hanya memiliki tujuan jangka pendek dan tidak melihat apa yang akan terjadi pada 20 atau 30 tahun mendatang. Mereka harus memiliki rencana jangka panjang yang didasarkan pada visi masa depan dan inovasi baru. Mereka harus terus menerus berusaha memenuhi kebutuhan pelanggan mereka.
2) Mengadopsi falsafah baru. Sebuah organisasi tidak akan mampu bersaing jika mereka terus mempertahankan penundaan waktu, kesalahan, bahan-bahan cacat dan produk yang jelek. Mereka harus membuat perubahan dan mengadopsi metode kerja yang baru.
3) Hindari ketergantungan pada inspeksi massa untuk mencapai mutu. Inspeksi tidak akan meningkatkan atau menjamin mutu. Anda tidak dapat mengispeksi mutu ke dalam produk. Deming berpendapat bahwa manajemen harus melengkapi staf-staf mereka dengan pelatihan tentang alat-alat statistik dan tehnik-tehnik yang dibutuhkan mereka untuk mengawasi dan mengembangkan mutu mereka sendiri.
4) Akhiri praktek menghargai bisnis dengan harga. Menurut Deming harga tidak memiliki arti apa-apa tanpa ukuran mutu yang dijual.
5) Tingkatkan secara konstan sistem produksi dan jasa, Untuk meningkatkan mutu dan produktivitas, dan selanjutnya turunkan biaya secara konstan. Ini merupakan tugas manajemen untuk mengarahkan proses peningkatan dan menjamin bahwa ada proses perbaikan yang berkelanjutan.
6) Lembagakan pelatihan kerja. Pemborosan terbesar dalam sebuah organisasi adalah kekeliruan menggunakan keahlian orang- orangnya secara tepat. Mempergunakan uang untuk pelatihan tenaga kerja adalah penting namun yang lebih penting lagi adalah melatih dengan standar terbaik dalam kerja. Pelatihan adalah alat kuat dan tepat untuk perbaikan mutu.
7) Lembagakan kepemimpinan. Deming mengatakan bahwa kerja manajemen bukanlah mengawasi melainkan memimpin. Makna dari hal itu adalah berubah dari manajemen tradisional yang selalu memperhatikan hasil indikator-indikator prestasi, spesifikasi dan penilaian menuju peranan kepemimpinan yang mendorong peningkatan proses produksi barang dan jasa yang lebih baik.
8) Hilangkan rasa takut agar setiap orang dapat bekerja secara efektif. Keamanan adalah basis motivasi yang dibutuhkan para pegawai. Deming yakin bahwa pada hakikatnya setiap orang ingin melakukan kerja dengan baik asalkan merekan bekerja dalam lingkungan yang mampu mendorong semanagat mereka.
9) Uraikan kendala-kendala antar departemen. Orang dalam departemen berbeda harus dapat bekerja bersama sebagai sebuah tim. Organisasi tidak diperkenankan untuk memiliki unit atau depatemen yang mendorong pada arah yang berbeda.
10) Hapuskan slogan, desakan, dan target serta tingkatkan produktifitas tanpa menambah beban kerja. Tekanan untuk bekerja giat mempresentasikan sebuah pemaksaan kerja oleh seorang manajer. slogan dan target memiliki sedikit dampak praktis terhadap pekerja. kebanyakan persoalan produksi terletak pada persoalan sistem dan ini merupakan tanggung jawab manajemen untuk mengatasinya.
11) Hapuskan standar kerja yang menggunakan kuota numerik
12) Hilangkan kendala-kendala yang merampas kebanggaan karyawan atas keahliannya. Hal ini perlu dilakukan dengan menghilangkan sistem penilaian dan penghitungan jasa. Deming telah berupaya keras menentang sistem penilaian yang mana diyakini menempatkan pekerja dalam kompetisi antara satu dengan yang lain dan merusak kerja tim.
13) Lembagakan aneka program pendidikan yang meningkatkan semangat dan peningkatan kualitas kerja
14) Tempatkan setiap orang dalam tim kerja agar dapat melakukan transformasi. Transformasi menuju sebuah kultur mutu adalah tugas setiap orang.
Langkah langkah tersebut kemudian dikembangkan menjadi lima konsep program TQM yang efektif yaitu: perbaikan berkelanjutan, pemberdayaan karyawan, perbandingan kinerja (benchmarking), penyediaan kebutuhan tepat pada waktunya, dan pengetahuan tentang piranti TQM (Render dan Herizer, 2004).
Sedangkan Juran (1995), mengembangkan ‘trilogi Juran’ dalam pengelolaan mutu , dilakukan melalui penggunaan tiga tahap manajemen, yaitu:
1) Perencanaan mutu: aktivitas pengembangan produk dan proses yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelanggan
2) Pengendalian mutu: aktivitas evaluasi kinerja kualitas, membandingkan kinerja nyata dengan tujuan kualitas, dan bertindak berdasarkan perbedaan.
3) Peningkatan mutu: cara-cara meningkatkan kinerja kualitas ke tingkat yang lebih dari sebelumnya.
Di sini Juran menganjurkan penggunaan sebuah pendekatan tahap demi taham untuk menyelesaikan masalah dalam meningkatkna mutu. Pendekatan ini kemudian lebih dikenal dengan Manajemen Mutu Strategis ( Strategic Quality Management).
Sementara Philip Chrosby mengidentifikasi empat belas tahapan mencapai zero defectsyang melibatkan pentingnya kelompok kualitas, pengukuran kualitas yang ada, mengestimasi biaya kualitas, mengeliminasi kesalahan dan proses pengerjaan ulang (Bhat dan Cozzoline, 2003).
Program Crosby itu dijabarkan sebagai berikut :
1) Komitmen manajemen (management Commitment). Hal ini adalah hal yang paling krusial menuju sukses dan merupakan poin yang disepakati oleh semua para ahli mutu. Inisiatif mutu harus diarahkan dan dipimpin oleh manajemen senior. Crosby menandaskan bahwa komitmen ini harus dikomunikasikan dalam sebuah pernyataan kebijakan mutu, yang harus singkat, jelas, dan dapat dicapai.
2) Membangun Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team) di atas dasar komitmen. Dikarenakan setiap fungsi dalam organisasi menjadi kontributor potensial bagi kerusakan dan kegagalan mutu maka setiap bagian organisasi harus berpartisipasi dalam upaya peningkatan mutu. Tim peningkatan mutu bertugas mengatur dan mengarahkan program yang akan diimplementasikan melalui oraganisasi.
3) Pengukuran Mutu (Quality Measurement). Hal ini dibutuhkan untuk mengukur ketidaksesuaian yang saat ini atau yang akan muncul dengan cara evaluasi dan perbaikan. Bentuk pengukuran ini berbeda antara organisasi produksi dan organisasi layanan dan bentuk tersebut bergantung pada data inspeksi, laporan pemeriksaan data statistik dan data umpan balik dari pelanggan.
4) Mengukur Biaya Mutu (The Cost of Quality). Biaya mutu terdiri dari baiaya kesalahan, biaya kerja ulang, biaya pembongkaran, baiaya inspeksi dan biaya pemeriksaan
5) Membangun kesadaran Mutu (Quality Awareness) yaitu langkah untuk menumbuhkan kesadaran setiap orang dalam organisasi tentang biaya mutu (The Cost of Quality) dan keharusan untuk mengimplementasikan program yang dicanangkan Tim Peningkatan Mutu (Quality Improvement Team).
6) Kegiatan Perbaikan (Correctve Actions). Pihak pengawas harus bekerjasama dengan para staf untuk memperbaiki mutu yang rendah. Metodologi yang sistematis diperlukan untuk mengatasi masalah.
7) Salah satu cara untuk menyoroti proses peningkatan mutu adalah melalui langkah ketujuh ini yaitu Perencanaan Tanpa Cacat (Zero Defect Planning). Crosby berpendapat bahwa program tanpa cacat harus diperkenalkan dan dipimpin oleh tim Peningkatan Mutu yang juga bertanggung jawab terhadap implementasinya. Beliau juga menagatakan bahwa seluruh staf harus menandatangani kontrak formal mewujudkan kontrak formal tanpa cacat dalam tugas dan kerja mereka.
8) Pelatihan Pengawas (Supervisor Training). Pelatihan ini penting bagi para manajer agar mereka memahami peranan mereka dalam roses peningkatan mutu dan pelatihan ini bisa dilakukan melalui program pelatihan formal.
9) Hari Tanpa Cacat (Zero defect Day), ini adalah kegiatan sehari penuh yang memperkenalkan ide tanpa cacat. Acara ini semacam Family gathering atau Annivesary Party yang pada dasarnya adalah sebuah acara atau pesta untuk menyoroti dan merayakan penerapan metode tanpa cacat dan untuk menekankan Komitmen Manajemen terhadap metode tersebut.
10) Penyusunan Tujuan (Goal Setting). Langkah ini dimaksudkan agar para staf dapat mengkomunikasikan kepada manajemen tentang situasi tertentu yang mempersulit implementasi metode tanpa cacat. Hal ini dapat diraih dengan mendesain sebuah bentuk standar yang sesuai dengan garis manajemen dan semua bentuk tersebut harus sudah menerima jawaban dalam periode waktu tertentu.
11) Pengakuan (Recognition) hal ini sangat penting dilakukan bagi mereka yang telah berpartisipasi dalam usaha peningkatan mutu suatu organisasi.
12) Mendirikan Dewan-Dewan Mutu (Quality Councils), langkah ini juga sebuah struktur institusioanal yang dianjurkan oleh Juran yaitu mengikut sertakan para tenaga profesional mutu untuk menentukan bagaimana masalah dapat ditangani dengan tepat dan baik.
13) Lakukan Lagi (Do it Over Again) Program mutu adalah proses yang tidak pernah berakhir. Ketika tujuan program telah tercapai maka program tersebut harus dimulai lagi.
14) Zero Defects ini adalah kontribusi pemikiran Crosby yang utama dan kontroversial tentang mutu dan ide ini adalah sebuah ide yang sangat kuat. Ide ini adalah komitmen untuk selalu sukses dan menghilangkan kegagalan.
7. Hambatan Penerapan Manajemen Mutu Terpadu
Metode-metode yang digunakan dalam penerapan TQM dan dapat meningkatkan kemampuan lembaga pendidikan tersebut untuk menyediakan lulusan yang bermutu, dalam berbagai program kemampuan atau keilmuan dan keterampilan atau kejuruan.
Namun demikian, penerapan filosofi TQM di sektor pendidikan ini bukannya tanpa kendala. Menurut Hittman (1993), ada beberapa hambatan yang sering dihadapi dalam menerapkan filosofi tersebut, antara lain sebagai berikut.
1) Sasaran dari berbagai metode perbaikan kualitas tradisional pada lembaga-lembaga pendididkan hanya berupa kesesuaian terhadap standar
2) Standar jaminan kualitas sering kali disusun terlalu rendah atau terlalu tinggi, sehingga program-program pendidikan akan mengalami kesulitan dalam pencapaiannya.
3) Definisi klasik mengenai jaminan kualitas terlalu sempit.
4) Pendekatan yang mutakhir mengkonsentrasikan hanya pada performansi pengajaran dan mengurangi penekanan pada kontribusi dari hal-hal yang bukan berkaitan dengan pengajaran.
5) Pendekatan yang mutakhir yang hanya menekankan pada instruktur pendidikan.
DAFTAR ISI